Sabtu, 12 Oktober 2013

Home » , » Kenapa Nasi Padang Isinya Lebih Banyak Kalau Dibungkus ?

Kenapa Nasi Padang Isinya Lebih Banyak Kalau Dibungkus ?

 


Dunia Informasi - Sudah banyak pertanyaan dan jawaban tentang kenapa kalau kita beli nasi padang dengan dibungkus isinya jauh lebih banyak daripada kalau kita makan di tempat?

Jawaban paling populer adalah karena dengan dibungkus, si penjual tidak perlu repot mencuci piring dan mengurangi biaya sabun cuci.

Jawaban yang logis, tapi cenderung dipaksakan. Dibandingkan dengan biaya sabun, kalau dihitung-hitung, biaya nasi lebih jauh lebih besar. Ini tentu bertentangan dengan apa yang diketahui oleh masyrakat umum kalo orang padang itu perhitungan (baca: pelit). Jawaban seperti di atas tidak lebih jawaban ngeles dari si penjual karena mereka nggak tau sejarah asal muasal dari pertanyaan di atas.  Oh iya, Sobat tidak salah baca. Ada sejarah di balik kenapa kalau beli nasi padang isinya lebih banyak daripada makan di tempat, dan sejarah ini berawal sejak zaman penjajahan Belanda.

Baiklah, mari kita mulai saja pembahasannya:

Di Sumatera Barat dan sekitarnya (termasuk Pekanbaru), rumah makan di sana tidaklah disebut dengan Rumah Makan Padang, melainkan RM Ampera. Jamak ditemui rumah makan di sana diawali oleh kata Ampera kemudian barulah disusul dengan nama RM itu sendiri. Misal, RM Ampera Beringin, RM Ampera Siti Nurbaya, dll. Ampera sendiri adalah kepanjangan dari AManat PEnderitaan RAkyat. Di akhir pembahasan ini akan ditemukan asal muasal kenapa mereka menggunakan nama Ampera. Memang ada jenis yang lain yaitu RM Kapau, tapi kita lewati saja dulu, mungkin nanti akan dibahas tersendiri.

Kembali ke RM Padang tadi. Di masa penjajahan dulu, RM Padang termasuk RM yang ekslusif, hanya kaum penjajah dan para saudagar kaya saja yang bisa menikmati lezatnya rendang, gulai tunjang, kepala ikan kakap, dendeng, dan kawan-kawan. Bahkan, saudagar kaya yang dimaksud di sini adalah saudagar etnis Cina (No Sara, red) bukan yang pribumi. Kenapa bisa demikian? Yah, di masa penjajahan, daging dan beras termasuk komoditi mahal yang rakyat tidak selalu dapat membeli. Oleh karena itulah, harga makanan padang menjadi mahal dan seperti yang udah disebut di atas, hanya para penjajah dan saudagar kaya yang bisa menikmatinya.

Dan di sinilah sejarah itu dimulai, kenapa kalau beli nasi padang, isinya lebih bayak dibungkus daripada makan di tempat? Para pengusaha RM Padang (pastinya orang Minang asli) sadar bahwa saudara-saudaranya juga layak untuk menikmati makanan enak, terlebih lagi makanan khas daerah mereka sendiri. Lebih jauh lagi, mereka para pengusaha ini juga sadar, banyak dari saudara mereka bekerja sebagai buruh kasar untuk para penjajah dan saudagar kaya yang makan di RM mereka, dan saudara mereka ini membutuhkan tenaga dan gizi yang cukup untuk tetap selalu sehat dan bekerja menafkahi keluarga mereka masing-masing.

Entah siapa yang memulai, di suatu waktu, para pengusaha RM ini memberlakukan peraturan baru. Jumlah nasi yang dibeli dengan dibungkus isinya akan jauh lebih banyak daripada makan di tempat. Biaya makan di tempat dibebankan kepada para penjajah dan para saudagar kaya dan biaya makan dibungkus untuk para buruh dan para pribumi lain. Inilah yang di zaman modern disebut subsidi silang. Kebijakan ini oleh para pengusaha disebut dengan Ampera alias Amanat Penderitaan Rakyat. Inilah asalnya kenapa RM Padang di Sumatera Barat sana disebut dengan RM Ampera. Spirit Ampera ini seperti yang kita lihat, masih terbawa sampai detik ini bahkan sudah menyebar di seluruh Indonesia. Tentu saja, nyaris tidak ada tempat di Indonesia ini di mana daerahnya tidak ada RM Padang. Semua pelosok ada. Semoga spirit Ampera ini terus ada sampai akhir jaman.

Nah, itulah alasan kenapa jumlah nasi yang dibeli dengan dibungkus isinya akan jauh lebih banyak daripada makan di tempat. Darimana saya (penulis) tau? Ini adalah penuturan dari salah satu pengusaha RM Padang yang kebetulan tetangga saya di Padang sana. Ada yang tau RM Beringin di kawasan Tabing kota Padang? Tentu, postingan ini bukan official, jadi masih bisa diperdebatkan kebenarannya. Tapi terlepas dari apakah ini hoax atau real, semoga kita bisa mengambil hikmahnya. ^__^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar