(macrumors.com)
VIVAnews - Nilai mata uang rupiah terhadap dolar
Amerika Serikat anjlok seiring merosotnya indeks harga saham gabungan.
Sementara rata-rata produk elektronik yang berseliweran di Tanah Air
berasal dari negara-negara tetangga alias impor. Sebut saja ponsel,
komputer tablet, notebook, dan masih banyak lagi.
Lantas, bagaimana pengaruhnya?
Agustinus Sutandar, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (Apkomindo) mengatakan, anjloknya nilai rupiah terhadap dolar AS tentu akan berdampak pada pasar elektronik konsumer.
"Penjualan dan volume ya pasti ada yang menurun. Tapi, itu belum terjadi. Masih terlalu dini. Kita lihat dulu bagaimana trennya (rupiah terhadap dolar)," ujar Agustinus pada VIVAnews, hari ini, 21 Agustus 2013.
Tapi, lanjut dia, tidak semua produk elektronik mengikuti fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Beberapa distributor sudah menjalin kerja sama dengan importir memakai rupiah meski produk-produk tersebut adalah impor.
"Jadi, tidak langsung berpengaruh. Karena dari awal sudah menggunakan rupiah, bukan dolar. Kecuali kalau principal di Indonesia menaikkan harga, ya tentu para distributor tinggal menyesuaikan saja. Itu ada prosesnya, tidak langsung berubah," jelas Agustinus.
Hal itu diamini Djatmiko Wardoyo, Marketing & Communications Director Erajaya Group. Kepada VIVAnews, hari ini, dia mengatakan dari 13 merek global yang "diasuhnya" di Indonesia, hanya beberapa vendor yang menggunakan dolar sebagai basis mata uangnya.
"Brand-brand besar rata-rata sudah memakai rupiah. Kita cukup berhubungan dengan representatif mereka di Indonesia. Kalau mereka naikkan harga, ya naik. Itu semua tergantung kebijakan mereka," jelas Djatmiko, yang enggan menyebutkan merek-merek yang menggunakan rupiah.
Bagaimana dengan produk-produk yang masih diimpor dengan nilai tukar dolar?
Koko —sapaan akrab Djatmiko— menjelaskan, tentu saja hal itu bisa berpengaruh pada harga produk di pasar. "Tapi, biasanya kami meminta support mereka dalam bentuk subsidi. Karena jika mereka (vendor) menaikkan harga, sementara vendor lain tidak, kan mereka sendiri yang rugi," ungkapnya.
"Tapi, so far, harga di pasar masih normal. Silakan cek di gerai-gerai Erafone," tandas Koko.
Namun, dia mengatakan, apabila nilai tukar rupiah terhadap dolar terus anjlok, maka pasar ponsel akan mengalami imbas paling besar bagi Erajaya.
"90 Persen produk kami adalah ponsel, termasuk ponsel pintar dan ponsel fitur. Baru menyusul aksesori, serta kartu perdana dan pulsa operator," tuturnya.
Setali tiga uang. Agustinus pun meramalkan hal yang sama. "Sekarang ini semua harga normal. Tapi, jika tidak ada perubahan alias terus anjlok, harga ponsel dan notebook yang paling terganggu. Karena volumenya paling besar di antara produk elektronik lain," tegasnya. (umi)
Lantas, bagaimana pengaruhnya?
Agustinus Sutandar, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (Apkomindo) mengatakan, anjloknya nilai rupiah terhadap dolar AS tentu akan berdampak pada pasar elektronik konsumer.
"Penjualan dan volume ya pasti ada yang menurun. Tapi, itu belum terjadi. Masih terlalu dini. Kita lihat dulu bagaimana trennya (rupiah terhadap dolar)," ujar Agustinus pada VIVAnews, hari ini, 21 Agustus 2013.
Tapi, lanjut dia, tidak semua produk elektronik mengikuti fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Beberapa distributor sudah menjalin kerja sama dengan importir memakai rupiah meski produk-produk tersebut adalah impor.
"Jadi, tidak langsung berpengaruh. Karena dari awal sudah menggunakan rupiah, bukan dolar. Kecuali kalau principal di Indonesia menaikkan harga, ya tentu para distributor tinggal menyesuaikan saja. Itu ada prosesnya, tidak langsung berubah," jelas Agustinus.
Hal itu diamini Djatmiko Wardoyo, Marketing & Communications Director Erajaya Group. Kepada VIVAnews, hari ini, dia mengatakan dari 13 merek global yang "diasuhnya" di Indonesia, hanya beberapa vendor yang menggunakan dolar sebagai basis mata uangnya.
"Brand-brand besar rata-rata sudah memakai rupiah. Kita cukup berhubungan dengan representatif mereka di Indonesia. Kalau mereka naikkan harga, ya naik. Itu semua tergantung kebijakan mereka," jelas Djatmiko, yang enggan menyebutkan merek-merek yang menggunakan rupiah.
Bagaimana dengan produk-produk yang masih diimpor dengan nilai tukar dolar?
Koko —sapaan akrab Djatmiko— menjelaskan, tentu saja hal itu bisa berpengaruh pada harga produk di pasar. "Tapi, biasanya kami meminta support mereka dalam bentuk subsidi. Karena jika mereka (vendor) menaikkan harga, sementara vendor lain tidak, kan mereka sendiri yang rugi," ungkapnya.
"Tapi, so far, harga di pasar masih normal. Silakan cek di gerai-gerai Erafone," tandas Koko.
Namun, dia mengatakan, apabila nilai tukar rupiah terhadap dolar terus anjlok, maka pasar ponsel akan mengalami imbas paling besar bagi Erajaya.
"90 Persen produk kami adalah ponsel, termasuk ponsel pintar dan ponsel fitur. Baru menyusul aksesori, serta kartu perdana dan pulsa operator," tuturnya.
Setali tiga uang. Agustinus pun meramalkan hal yang sama. "Sekarang ini semua harga normal. Tapi, jika tidak ada perubahan alias terus anjlok, harga ponsel dan notebook yang paling terganggu. Karena volumenya paling besar di antara produk elektronik lain," tegasnya. (umi)
© VIVA.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar