Jendela Informasi Nusantara - Jendela Informasi Dunia - Berbagi Apa Saja dalam Indahnya Berbagi
Jumat, 23 Agustus 2013
Home »
Ekonomi
»
Harga Kedelai Naik, Pengusaha Tempe Kalang Kabut
Ilustrasi pembuatan tempe | KOMPAS/ANTONY LEE
DEMAK, KOMPAS.com - Naiknya harga kedelai dari Rp 6.700 per kilogram menjadi Rp 8700 per kilogram membuat para perajin tempe di Kabupaten Demak kalang kabut. Dengan kenaikan harga kedelai yang cukup tinggi tersebut, mereka harus tetap berproduksi sebab konsumen hampir dipastikan selalu mencari lauk khas Indonesia ini.
Alhasil, untuk menyiasati supaya harga tempe tidak ikut melonjak, maka para produsen tempe mengurangi ukuran produknya sehingga harga masih bisa dipertahankan seperti semula. Namun, pengurangan ukuran tempe sekitar 1 centimeter dari ukuran sebelum harga kedelai naik pun masih menyisakan masalah. Pasalnya, daya beli konsumen juga menurun akibat harga barang kebutuhan sehari-hari naik sebagai imbas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
“Harga kedelai naik mas, tapi kalau (harga) tempenya dinaikkan ndak laku. Terpaksa ukuran tempenya dikurangi, itu aja masih belum masuk, mas," kata Sudarmi, pedagang sekaligus pembuat tempe asal Kampung Tanubayan, Kelurahan Bintoro, Demak yang mengeluhkan kenaikan harga kedelai, Jumat (23/8/2013).
Rupanya kenaikan harga kedelai di pasar lokal juga diperparah oleh langkanya stok kedelai di koperasi sentra tempe di daerah Bintoro, Demak. Akibatnya, beberapa perajin tempe yang tidak kebagian bahan baku terpaksa berhenti produksi hingga pengadaan bahan baku kembali normal seperti biasanya.
“Mau beli kedelai tidak kebagian, stok kosong, mas. Sudah mahal stoknya kosong, pripun niki, mas," Muzaidin, perajin tempe asal Kelurahan Bintoro, Kabupaten Demak.
Melambungnya harga kedelai ini diduga karena imbas naiknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang menyentuh di kisaran Rp 10.887 per 1 dolar. Keluhan para perajin dan konsumen tempe ini seharusnya mejadi perhatian dari pemerintah. Sebab, tempe adalah komoditas utama dalam negeri, sebagai salah satu makanan asli Indonesia yang digemari seluruh penduduknya. Keberadaan dan kualitas tempe sebaiknya tetap terjaga supaya asupan nutrisi berprotein tinggi demi kesehatan bangsa juga turut terjaga.
sumber
Harga Kedelai Naik, Pengusaha Tempe Kalang Kabut
Ilustrasi pembuatan tempe | KOMPAS/ANTONY LEE
DEMAK, KOMPAS.com - Naiknya harga kedelai dari Rp 6.700 per kilogram menjadi Rp 8700 per kilogram membuat para perajin tempe di Kabupaten Demak kalang kabut. Dengan kenaikan harga kedelai yang cukup tinggi tersebut, mereka harus tetap berproduksi sebab konsumen hampir dipastikan selalu mencari lauk khas Indonesia ini.
Alhasil, untuk menyiasati supaya harga tempe tidak ikut melonjak, maka para produsen tempe mengurangi ukuran produknya sehingga harga masih bisa dipertahankan seperti semula. Namun, pengurangan ukuran tempe sekitar 1 centimeter dari ukuran sebelum harga kedelai naik pun masih menyisakan masalah. Pasalnya, daya beli konsumen juga menurun akibat harga barang kebutuhan sehari-hari naik sebagai imbas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
“Harga kedelai naik mas, tapi kalau (harga) tempenya dinaikkan ndak laku. Terpaksa ukuran tempenya dikurangi, itu aja masih belum masuk, mas," kata Sudarmi, pedagang sekaligus pembuat tempe asal Kampung Tanubayan, Kelurahan Bintoro, Demak yang mengeluhkan kenaikan harga kedelai, Jumat (23/8/2013).
Rupanya kenaikan harga kedelai di pasar lokal juga diperparah oleh langkanya stok kedelai di koperasi sentra tempe di daerah Bintoro, Demak. Akibatnya, beberapa perajin tempe yang tidak kebagian bahan baku terpaksa berhenti produksi hingga pengadaan bahan baku kembali normal seperti biasanya.
“Mau beli kedelai tidak kebagian, stok kosong, mas. Sudah mahal stoknya kosong, pripun niki, mas," Muzaidin, perajin tempe asal Kelurahan Bintoro, Kabupaten Demak.
Melambungnya harga kedelai ini diduga karena imbas naiknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang menyentuh di kisaran Rp 10.887 per 1 dolar. Keluhan para perajin dan konsumen tempe ini seharusnya mejadi perhatian dari pemerintah. Sebab, tempe adalah komoditas utama dalam negeri, sebagai salah satu makanan asli Indonesia yang digemari seluruh penduduknya. Keberadaan dan kualitas tempe sebaiknya tetap terjaga supaya asupan nutrisi berprotein tinggi demi kesehatan bangsa juga turut terjaga.
sumber
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar