Facebook yang memiliki lebih dari 1 miliar pengguna mencatatkan jumlah pendapatan sebesar USD 1,58 miliar di kuartal ketiga 2012. Itu artinya, setiap pengguna jejaring sosial terbesar di dunia itu telah memberikan kontribusi pendapatan (ARPU) sekitar USD 0,42.
"Jika di Indonesia sedikitnya ada 50 juta pengguna Facebook, itu sama saja kita memberikan kontribusi revenue USD 252 juta setiap tahun ke Facebook," sesal Ketua Umum Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Alex Janangkih Sinaga, dalam diskusi 'OTT: Friend or Foe?' di Balai Kartini Jakarta, Selasa (18/12/2012).
Facebook merupakan salah satu pemain over-the-top (OTT) yang menggantungkan hidupnya di jaringan telekomunikasi operator.
Menurut Edward Ying, Direktur Planning and Transformation Telkomsel, dari satu miliar pengguna Facebook, 452 juta di antaranya mengakses lewat jaringan telekomunikasi yang diselenggarakan 200 operator di 60 negara, termasuk di Indonesia.
"Pertumbuhan OTT memang sangat pesat. Google Voice saja hanya dalam tujuh bulan sejak diluncurkan sudah menggaet 1,5 juta users. Belum lagi WhatsApp yang mengirimkan satu miliar pesan setiap harinya. Indonesia beruntung penetrasi smartphone belum sebesar di negara lain karena OTT telah menggerus pasar voice dan SMS operator," katanya.
Ancaman OTT dalam menggerus revenue operator kian menakutkan. Lembaga riset Ovum belum lama ini merilis studi yang menyebutkan pundi-pundi pendapatan operator telekomunikasi di seluruh dunia akan tergerus USD 23 miliar atau sekitar Rp 220 triliun di tahun 2012 ini.
Angka potential lost ini diprediksi masih akan terus meningkat dari tahun ke tahun dan mencapai puncaknya di 2016 dengan hilangnya pendapatan berkisar USD 58 miliar atau sekitar Rp 555 triliun.
Pelanggan yang lebih mudah dan cepat mengakses internet, condong beralih ke layanan messaging yang disediakan OTT. Tak hanya Facebook, namun juga OTT lain seperti BlackBerry Messenger yang memiliki 60 juta pelanggan, WhatsApp dengan 100 juta pengguna, Skype 800 juta pengguna, Yahoo Messenger 455 juta pengguna, dan Viber 50 juta pengguna.
Alhasil, pendapatan operator dari segmen voice dan SMS jadi tergerus karena sebagian pelanggan lebih mengutamakan komunikasi via OTT. Kedua jasa tradisional itu pada akhirnya hanya dijadikan opsi sekunder jika OTT mengalami kendala.
Kondisi ini bak buah simalakama bagi operator. Di satu sisi mereka butuh OTT, namun merasa tertekan dengan investasi besar yang harus dikeluarkan untuk meningkatkan kapasitas jaringannya. Sementara porsi pendapatan yang lebih besar justru lebih dinikmati oleh pemain OTT yang notabene cuma menumpang akses jaringan.
KlikIndonesia sendiri sempat merilis data, setiap tahunnya Rp 1,5 triliun devisa Indonesia lari keluar negeri karena pengguna internet lebih suka mengklik konten asal luar negeri yang disediakan oleh OTT asing ini.
"Uang Rp 1,5 triliun yang lari ke OTT asing itu jelas sangat besar jumlahnya. Itu sebabnya, Indonesia harus mendorong adanya OTT lokal agar devisa kita tak melayang ke luar negeri," pungkas Alex yang juga Direktur Utama di Telkomsel
www.hotelpadi.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar