Jumat, 30 Mei 2014

Home » » Cerita Inspirasi : Aku Yang dulu Bukanlah Yang Sekarang

Cerita Inspirasi : Aku Yang dulu Bukanlah Yang Sekarang



DULU

Aku bekerja sedangkan istri di rumah ngurus rumah tangga & anak anak. Uang gaji dan hasil side job aku kendalikan, istri mengelola jatah bulanan saja. Hasilnya beberapa diantara keuangan yang aku kelola berakhir minus.

Saat aku pulang kerja, semuanya harus sudah siap, karena aku merasa lelah dan perlu pelayanan. Terkadang tengah malam perut lapar, istri dengan sigap menyiapkan makan, ntah hanya dengan sekadar mie telor saja.
Perlu kopi pun tinggal minta saja. Tidak banyak komen.

Kadang pula kejengkelan menyertai kepulanganku, istri hanya terdiam & mendengarkan. Saat dia marah karena sesuatu hal, maka kemarahanku lebih hebat lagi. Aku merasa sebagai suami yang derajatnya lebih tinggi, harus dihormati dan dituruti.


SEKARANG

Saat aku terus bersama istri dalam kehidupan sehari hari dan dia ikut serta membantuku mencari nafkah.
Betapa aku menyadari begitu beratnya menjadi seorang istri. Satu hal yang tak mungkin aku bisa, adalah melahirkan anak anaku. Lalu ia mengurusku dan ketiga anaku mulai kami terbangun hingga tidur. Terkadang aku merasa malu, dia lebih lelah daripadaku.

Seluruh keuangan, istriku yang mengendalikan. Aku hanya meminta sesuai keperluan saja, bahkan dompetku terisi hanya ketika akan pergi jauh saja, selain itu dompetku hanya berisi KTP dan surat penting saja. Hasilnya semua terkendali dan secara dinamis berkembang positif.

Saat aku menginginkan segelas kopi ataupun semangkok mie, maka aku beranjak sendiri ke dapur, menyeduh dan membuatnya sendiri. Tak tega rasanya melihat semburat wajahnya yang lelah.

Ketika dia kesal, ngambek dan marah, maka aku menjadi seorang yang pendiam, mendengarkan dan sedikit komentar. Lalu dikala situasi mulai tenang, maka aku menjadi seorang perayu ulung, raja gombal dan pemohon yang lembut untuk meluluhkan hatinya menuju keadaan semula yang harmonis. Karena merajuknya dia sama dengan kacaunya semua urusan rumah tangga, bahkan aku seringkali membatalkan semua safarku ketika dia tidak tampak ridho.

Mengapa begitu drastis sikap dan perlakuanku, karena aku menyadari tulang punggunggu takkan mampu tegak berdiri tanpa topangan tulang rusuk. Istri adalah tulang rusukku yang bengkok dan tak bisa diluruskan begitu saja, maka aku harus menjadi orang yang sabar meluruskannya.

Aku adalah suami yang sekarang menyadari besarnya hormat anak istriku bukan karena bulat dan tajamnya tatapan mataku, kerasnya suaraku, kasarnya perintahku, tapi karena sejuknya tatapanku, lembutnya permintaan dan nasehatku, dan tegasnya arahanku.

Aku bukan suami dan ayah yang baik. Tapi aku terus belajar dan berusaha untuk menjadi seperti itu. Karena semua istri dimanapun pasti menginginkan untuk dimuliakan dan begitupun anak anak ingin mendapatkan limpahan kasih sayang yang demikian.

Semoga Allah mempermudah upaya kita wahai kawan kawan semua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar