Jendela Informasi Nusantara - Jendela Informasi Dunia - Berbagi Apa Saja dalam Indahnya Berbagi
Sabtu, 23 Maret 2013
Home »
IPTEK
,
Teknologi
»
Indonesia mustahil punya kereta super cepat
Dunia Informasi - Masyarakat Indonesia boleh iri dengan teknologi perkeretaapian di Prancis, Jepang, atau China. Tiga negara itu mampu memproduksi kereta berkecepatan lebih dari 300 kilometer per jam yang tentu memangkas waktu tempuh perjalanan antar kota dan provinsi.
Sementara di Indonesia, maksimal kecepatan kereta hanyalah 100 kilometer per jam. PT Industri Kereta Api (INKA) mengakui keterbatasan teknologi mereka menjadi salah satu kendalanya. Terlepas dari itu, pemerintah juga turut andil lantaran kualitas rel di Tanah Air belum memadai untuk dilewati kereta berkecepatan tinggi.
"Di Indonesia kecepatan maksimum 100 kilometer per jam, itupun di lintasan tertentu, misalnya (jalur rel) Jogja-Solo, itu bisa kecepatan segitu, kalau dari (Madiun) ke Caruban, tidak bisa, paling cuma 70-80 kilometer per jam karena meliuk-liuk dan kita harus lihat kemampuan relnya," ujar Direktur Produksi dan Teknologi INKA Yunendar Aryo Handoko, di kantor pusat Madiun, Jumat (22/3).
Selama pemerintah belum membangun rel khusus yang memiliki tenaga elektromagnetik, INKA tidak bisa berbuat apapun selain memproduksi kereta dengan kualitas di bawah produk super cepat Jepang atau China. Terlebih, pasaran kereta di kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan belum membutuhkan kereta yang terlalu cepat.
"Kemampuan teknologi kita kalau membangun kereta (berkecepatan) 120-140 kilometer kita kuasai apapun tipe keretanya. Kebetulan pasar regional kebutuhannya juga kereta dengan spesifikasi segitu," ungkapnya.
Sejauh ini, INKA mampu mengekspor kereta api penumpang ke Bangladesh dan Malaysia. Jumlahnya mencapai 70 unit sejak 2008 lalu. Selain itu, perusahaan pelat merah ini mengincar pendapatan tambahan di sektor kereta barang, meski secara margin keuntungan tidak terlalu besar.
Bisnis lain, termasuk memproduksi bus gandeng untuk Transjakarta, juga dilirik imbuh Yunendar. Asalkan bisa menambah pundi-pundi kas BUMN yang tidak lagi meminta modal negara sejak tujuh tahun lalu itu.
"Kita tentunya pasti akan lihat pasar. pasar terdekat KRL komuter, bus gandeng, monorel, serta moda transportasi yang dikembangkan dengan konsorsium yakni kereta pertambangan tanpa masinis," paparnya.
(merdeka/22/3/13)
Indonesia mustahil punya kereta super cepat
Dunia Informasi - Masyarakat Indonesia boleh iri dengan teknologi perkeretaapian di Prancis, Jepang, atau China. Tiga negara itu mampu memproduksi kereta berkecepatan lebih dari 300 kilometer per jam yang tentu memangkas waktu tempuh perjalanan antar kota dan provinsi.
Sementara di Indonesia, maksimal kecepatan kereta hanyalah 100 kilometer per jam. PT Industri Kereta Api (INKA) mengakui keterbatasan teknologi mereka menjadi salah satu kendalanya. Terlepas dari itu, pemerintah juga turut andil lantaran kualitas rel di Tanah Air belum memadai untuk dilewati kereta berkecepatan tinggi.
"Di Indonesia kecepatan maksimum 100 kilometer per jam, itupun di lintasan tertentu, misalnya (jalur rel) Jogja-Solo, itu bisa kecepatan segitu, kalau dari (Madiun) ke Caruban, tidak bisa, paling cuma 70-80 kilometer per jam karena meliuk-liuk dan kita harus lihat kemampuan relnya," ujar Direktur Produksi dan Teknologi INKA Yunendar Aryo Handoko, di kantor pusat Madiun, Jumat (22/3).
Selama pemerintah belum membangun rel khusus yang memiliki tenaga elektromagnetik, INKA tidak bisa berbuat apapun selain memproduksi kereta dengan kualitas di bawah produk super cepat Jepang atau China. Terlebih, pasaran kereta di kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan belum membutuhkan kereta yang terlalu cepat.
"Kemampuan teknologi kita kalau membangun kereta (berkecepatan) 120-140 kilometer kita kuasai apapun tipe keretanya. Kebetulan pasar regional kebutuhannya juga kereta dengan spesifikasi segitu," ungkapnya.
Sejauh ini, INKA mampu mengekspor kereta api penumpang ke Bangladesh dan Malaysia. Jumlahnya mencapai 70 unit sejak 2008 lalu. Selain itu, perusahaan pelat merah ini mengincar pendapatan tambahan di sektor kereta barang, meski secara margin keuntungan tidak terlalu besar.
Bisnis lain, termasuk memproduksi bus gandeng untuk Transjakarta, juga dilirik imbuh Yunendar. Asalkan bisa menambah pundi-pundi kas BUMN yang tidak lagi meminta modal negara sejak tujuh tahun lalu itu.
"Kita tentunya pasti akan lihat pasar. pasar terdekat KRL komuter, bus gandeng, monorel, serta moda transportasi yang dikembangkan dengan konsorsium yakni kereta pertambangan tanpa masinis," paparnya.
(merdeka/22/3/13)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar