Suasana malam kilang minyak Balongan, Indramayu, Jawa Barat (republika.co.id)
Cadangan minyak mentah Indonesia saat ini diperkirakan tinggal 4,2 miliar barel. Dengan tingkat konsumsi tiga liter per kapita per hari, cadangan minyak diprediksi habis pada 2024. ’’Selama ini kita meyakini negara kita kaya minyak, padahal tidak,’’ ujar Wakil Direktur Reforminer Institute Komaidi Notonegoro di Jakarta kemarin (2/6).
Cadangan minyak mentah Indonesia hanya seujung kuku cadangan minyak negara-negara kaya minyak. Misalnya, Arab Saudi memiliki cadangan minyak mentah 300 miliar barel dan Norwegia sebesar 200 miliar barel.
Cadangan minyak mentah Indonesia diprediksi dapat ditingkatkan menjadi 50 miliar barel. Namun, karena lokasi cadangan minyak lebih sulit dijangkau, dibutuhkan teknologi tinggi dan investasi sangat besar untuk dapat menambang.
Program penghematan subsidi BBM dengan melarang mobil dinas pemerintah menggunakan premium diyakini tak efektif. Jumlah kendaraan dinas hanya 80 ribu unit dengan konsumsi 100–200 ribu kiloliter (Kl). Dengan demikian, konsumsi bahan bakar mobil dinas terlalu kecil bila dibandingkan dengan target kuota BBM 40 juta Kl.
’’Kuota BBM bersubsidi 40 ribu Kl diperkirakan habis Oktober mendatang. Dengan konsumsi dua juta Kl per bulan, dibutuhkan tambahan kuota enam juta Kl untuk kebutuhan energi hingga akhir tahun,’’ kata Komaidi.
Anggota Komisi XI DPR Achsanul Qosasi menilai, larangan penggunaan BBM bersubsidi baru efektif bila larangan diterapkan pada seluruh mobil pelat hitam. ’’Pengecualian dapat diterapkan kepada kendaraan transportasi massal. Kalau mobil pribadi, semua harus pakai yang nonsubsidi,’’ kata pria kelahiran Sumenep itu.
Untuk menjamin keefektifan instruksi penghematan energi, DPR juga berencana membuat undang-undang (UU) tentang konsumsi energi. Ini seiring semangat penghematan energi yang ditandai kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk membatasi penggunaan BBM bersubsidi bagi mobil dinas instansi Pemerintah sejak 1 Juni kemarin.
Achsanul Qosasi mengatakan, UU dimaksudkan agar upaya penghematan energi memiliki norma lebih tegas. “Jangan sampai peraturan itu sangat mudah dilanggar,” ungkap dia.
Menurutnya, penghematan energi memang lebih mengarah pada pribadi masing-masing. ”Sehingga sanksi hukumannya juga agak repot. Jangan sampai kita bikin undang-undang yang mudah dilanggar,” tuturnya.
Namun demikian, Qosasi tak menampik bahwa pembuatan regulasi dalam bentuk undang-undang membutuhkan waktu cukup panjang. Lantaran itu, pihaknya meminta masyarakat untuk menerapkan secara terlebih dahulu, dan melihat keefektifan Intruksi Presiden dan Peraturan Menteri ESDM yang baru saja diberlakukan. ”Nanti sambil jalan kita bahas undang-undangnya,” jelasnya.
Qosasi menegaskan, sembari memantau keefektifan peraturan pemerintah, pihaknya mendorong secara gencar masyarakat segmen menengah ke atas, untuk tak menggunakan BBM bersubsidi. ”Kita pikirkan sanksi yang efektif, jangan malah kontraproduktif,” paparnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar