Sepeda adalah alat transportasi yang dikenal di Indonesia dengan nama Kereta
Angin, karena digerakkan tanpa menggunakan motor. Dari bangunan itulah Sepeda
motor itu berasal.
Konon nenek moyang sepeda berasal dari Prancis. Sejak
awal abad ke-18, alat transportasi roda dua yang dinamai velocipede dikenal di
negara tersebut. Kontruksinya pun masih sangat sederhana, karena belum
menggunakan besi. Dengan model yang masih sangat “primit”, sepeda saat itu tidak
menggunakan tongkat kemudi (setang), dan konstruksinya dari kayu.
Baron
Karls Drais von Sauerbronn seorang pria Jerman. Atas dasar pengabdian kerjanya
(penjaga hutan), dia menyempurnakan velocipede. Sepeda modern mulai terbentuk
pada tahun 1839, oleh seorang warga negara Skotlandia yang bernama Kirkpatrick
MacMillan.
Sedangkan penyempurnaan sepedadi lakukan oleh Ernest Michaux,
Prancis pada tahun 1855, dengan membuat pemberat engkol. Kesempurnaan Sepeda
modern lebih diperkuat lagi oleh seorang warga Negara Prancis juga yang bernama
Pierre Lalle ment pada tahun 1865, dimana dia memperkuat roda dengan menggunakan
lingkaran besi disekelilingnya (pelek atau velg). Lellement juga yang
memperkenalkan sepeda dengan roda depan lebih besar daripada roda
belakang."
Sejarah
sepeda bermula di Eropa. Sekitar tahun 1790, sebuah sepeda pertama berhasil
dibangun di Inggris. Cikal bakal sepeda ini diberi nama Hobby Horses dan
Celeriferes. Keduanya belum punya mekanisme sepeda zaman sekarang, batang kemudi
dan sistem pedal. Yang ada hanya dua roda pada sebuah rangka kayu. Bisa
dibayangkan, betapa canggung dan besar tampilan kedua sepeda tadi. Meski begitu,
mereka cukup menolong orang-orang pada masa itu untuk berjalan.
Penemuan
fenomenal dalam kisah masa lalu sepeda tercipta berkat Baron Karl Von Drais. Von
Drais yang tercatat sebagai mahasiswa matematik dan mekanik di Heidelberg,
Jerman berhasil melakukan terobosan penting, yang ternyata merupakan peletak
dasar perkembangan sepeda selanjutnya. Oleh Von Drais, Hobby Horse dimodifikasi
hingga mempunyai mekanisme kemudi pada bagian roda depan. Dengan mengambil
tenaga gerak dari kedua kaki, Von Drais mampu meluncur lebih cepat saat
berkeliling kebun. Ia sendiri menyebut kendaraan ini dengan nama, Draisienne.
Beritanya sendiri dimuat di koran lokal Jerman pada 1817. Proses penciptaan
selanjutnya dilakukan Kirkpatrick Macmillan. Pada tahun 1839, ia menambahkan
batang penggerak yang menghubungkan antara roda belakang dengan ban depan
Draisienne. Untuk menjalankannya, tinggal mengayuh pedal yang ada.
James
Starley mulai membangun sepeda di Inggris di tahun 1870. Ia memproduksi sepeda
dengan roda depan yang sangat besar (high wheel bicycle) sedang roda belakangnya
sangat kecil. Sepeda jenis ini sangat populer di seluruh Eropa. Sebab Starley
berhasil membuat terobosan dengan mencipta roda berjari-jari dan metode
cross-tangent. Sampai kini, kedua teknologi itu masih terus dipakai. Buntutnya,
sepeda menjadi lebih ringan untuk dikayuh. Sayangnya, sepeda dengan roda yang
besar itu memiliki banyak kekurangan. Ini menjadi dilema bagi orang-orang yang
berperawakan mungil dan wanita. Karena posisi pedal dan jok yang cukup tinggi,
mereka mengeluhkan kesulitan untuk mengendarainya.
Sampai akhirnya,
keponakan James Starley, John Kemp Starley menemukan solusinya. Ia menciptakan
sepeda yang lebih aman untuk dikendarai oleh siapa saja pada 1886. Sepeda ini
sudah punya rantai untuk menggerakkan roda belakang dan ukuran kedua rodanya
sama. Namun penemuan tak kalah penting dilakukan John Boyd Dunlop pada 1888.
Dunlop berhasil menemukan teknologi ban sepeda yang bisa diisi dengan angin
(pneumatic tire). Dari sinilah, awal kemajuan sepeda yang pesat. Beragam bentuk
sepeda berhasil diciptakan. Seperti diketahui kemudian, sepeda menjadi kendaraan
yang mengasyikkan. Di Indonesia, perkembangan sepeda banyak dipengaruhi oleh
kaum penjajah, terutama Belanda. Mereka memboyong sepeda produksi negerinya
untuk dipakai berkeliling menikmati segarnya alam Indonesia. Kebiasaan itu
menular pada kaum pribumi berdarah biru. Akhirnya, sepeda jadi alat transpor
yang bergengsi.
Seperti ditulis Ensiklopedia Columbia, nenek moyang
sepeda diperkirakan berasal dari Prancis. Menurut kabar sejarah, negeri itu
sudah sejak awal abad ke-18 mengenal alat transportasi roda dua yang dinamai
velocipede. Bertahun-tahun, velocipede menjadi satu-satunya istilah yang merujuk
hasil rancang bangun kendaraan dua roda. Yang pasti, konstruksinya belum
mengenal besi. Modelnya pun masih sangat “primitif”. Ada yang bilang tanpa
engkol, pedal tongkat kemudi (setang). Ada juga yang bilang sudah mengenal
engkol dan setang, tapi konstruksinya dari kayu.
Adalah seorang Jerman
bernama Baron Karls Drais von Sauerbronn yang pantas dicatat sebagai salah
seorang penyempurna velocipede. Tahun 1818, von Sauerbronn membuat alat
transportasi roda dua untuk menunjang efisiensi kerjanya. Sebagai kepala
pengawas hutan Baden, ia memang butuh sarana transportasi bermobilitas tinggi.
Tapi, model yang dikembangkan tampaknya masih mendua, antara sepeda dan kereta
kuda. Sehingga masyarakat menjuluki ciptaan sang Baron sebagai dandy
horse.
Baru pada 1839, Kirkpatrick MacMillan, pandai besi kelahiran
Skotlandia, membuatkan “mesin” khusus untuk sepeda. Tentu bukan mesin seperti
yang dimiliki sepeda motor, tapi lebih mirip pendorong yang diaktifkan engkol,
lewat gerakan turun-naik kaki mengayuh pedal. MacMillan pun sudah “berani”
menghubungkan engkol tadi dengan tongkat kemudi (setang
sederhana).
Sedangkan ensiklopedia Britannica.com mencatat upaya
penyempurnaan penemu Prancis, Ernest Michaux pada 1855, dengan membuat pemberat
engkol, hingga laju sepeda lebih stabil. Makin sempurna setelah orang Prancis
lainnya, Pierre Lallement (1865) memperkuat roda dengan menambahkan lingkaran
besi di sekelilingnya (sekarang dikenal sebagai pelek atau velg). Lallement juga
yang memperkenalkan sepeda dengan roda depan lebih besar daripada roda belakang.
Namun kemajuan paling signifikan terjadi saat teknologi pembuatan baja berlubang
ditemukan, menyusul kian bagusnya teknik penyambungan besi, serta penemuan karet
sebagai bahan baku ban. Namun, faktor safety dan kenyamanan tetap belum
terpecahkan. Karena teknologi suspensi (per dan sebagainya) belum ditemukan,
goyangan dan guncangan sering membuat penunggangnya sakit pinggang. Setengah
bercanda, masyarakat menjuluki sepeda Lallement sebagai boneshaker (penggoyang
tulang). Sehingga tidak heran jika di era 1880-an, sepeda tiga roda yang
dianggap lebih aman buat wanita dan laki-laki yang kakinya terlalu pendek untuk
mengayuh sepeda konvensional menjadi begitu populer. Trend sepeda roda dua
kembali mendunia setelah berdirinya pabrik sepeda pertama di Coventry, Inggris
pada 1885. Pabrik yang didirikan James Starley ini makin menemukan momentum
setelah tahun 1888 John Dunlop menemukan teknologi ban angin. Laju sepeda pun
tak lagi berguncang.
Penemuan lainnya, seperti rem, perbandingan gigi
yang bisa diganti-ganti, rantai, setang yang bisa digerakkan, dan masih banyak
lagi makin menambah daya tarik sepeda. Sejak itu, berjuta-juta orang mulai
menjadikan sepeda sebagai alat transportasi, dengan Amerika dan Eropa sebagai
pionirnya. Meski lambat laun, perannya mulai disingkirkan mobil dan sepeda
motor, sepeda tetap punya pemerhati. Bahkan penggemarnya dikenal sangat
fanatik.
Kini, sepeda punya beragam nama dan model. Ada sepeda roda tiga
buat balita, sepeda mini, “sepeda kumbang”, hingga sepeda tandem buat dikendarai
bersama. Bahkan olahraga balap sepeda mengenal sedikitnya tiga macam perangkat
lomba. Yakni “sepeda jalan raya” untuk jalanan mulus yang memiliki sampai 16
kombinasi gir yang berbeda, “sepeda track” dengan hanya 1 gigi serta “sepeda
gunung” yang memiliki 24 gigi.
sumber : Crownz Share
Tidak ada komentar:
Posting Komentar