Jumat, 26 Juni 2015

Home » , » Rossi dan Ketidakberuntungan Kualifikasi

Rossi dan Ketidakberuntungan Kualifikasi




ag03s.blogspot.com - "Kalau saja Valentino Rossi bisa lebih baik dalam kualifikasi" - Musim ini saya mungkin mendengar kalimat tersebut satu kali saja, namun sebenarnya saya pernah mendengarnya ribuan kali.

Tapi memang tampak jelas titik lemah pembalap Italia ini dalam upayanya mengejar gelar juara dunia ke-10 banyak terjadi justru 24 jam sebelum lampu start padam di hari balapan.

Rossi sebelum ini dan juga nanti akan selalu menjadi pembalap yang habis-habisan, bukannya seorang spesialis satu putaran di babak kualifikasi. Ingin bukti? Dia menang balapan 110 kali, padahal cuma 60 kali berada di pole position. Plus, tiga kemenangan terakhir dia semuanya diraih dari posisi start delapan.

Sejak MotoGP mengadopsi sistem kualifikasi yang lebih singkat, hanya 15 menit mulai 2013, kesulitan Rossi untuk melakukan putaran terbaik makin menjadi frustrasi berkepanjangan bagi dirinya dan para fans balapan.

Tengoklah Grand Prix Catalunya sebagai contoh penting. Rossi mampu melonjak dari posisi delapan menjadi dua pada akhir putaran keempat saja, namun rekan setimnya di Movistar Yamaha, Jorge Lorenzo, sudah unggul 1,4 detik. Meskipun bisa mengimbangi akselerasi Lorenzo di sisa balapan, namun Rossi tidak bisa memangkas jarak, dan ini bukan yang pertama kasus seperti ini terjadi.

Musuh Rossi waktu kualifikasi ada dua sekarang.

Tidak ada lagi hari-hari ketika seorang pembalap punya waktu 45 sampai 50 menit untuk menguasai ritme dan beradaptasi sepenuhnya dengan kondisi trek dalam babak kualifikasi selama satu jam, sebelum akhirnya beralih ke ban soft dan melakukan serangan maksimal di menit-menit terakhir.

Sekarang ini, Anda keluar dari pitlane dengan hanya membawa bahan bakar nyaris sesendok saja di tangki sebelum menyelaraskan pikiran, tubuh dan mesin untuk mengejar posisi dalam satu atau dua putaran. Ini mirip rolet Rusia di atas sepeda motor MotoGP.

Yang kedua, hak menggunakan ban yang lebih lunak diberikan kepada Ducati dan Suzuki, sekaligus memberi keuntungan bagi dua tim itu untuk melesat di kualifikasi. Ducati tujuh kali merebut baris terdepan (tiga besar) pada musim 2015 dan Suzuki tiga kali. Itu termasuk duapole position untuk Ducati dan satu untuk Suzuki – semuanya diraih dengan menggunakan ban lebih lunak dari tim utama Yamaha dan Honda.

Namun keuntungan ban lunak tidak boleh disebut sebagai alasan. Dan bagi seorang Rossi, dia juga tidak mempermasalahkan.

Lorenzo juga memiliki akses ke spesifikasi ban Bridgestone persis sama seperti Rossi, seperti halnya Marc Marquez, dan keduanya terbukti superior dalam hasil kualifikasi.

Faktanya, sejak sistem kualifikasi Babak I dan Babak II*) diperkenalkan pada 2013, Rossi bisa berada di baris terdepan hanya tujuh kali dari 43 balapan. Sisa 36 balapan lainnya, dia bahkan tidak masuk baris kedua (enam besar - red) sebanyak 17 balapan.

Pada periode yang sama, Lorenzo mencetak enam pole position dan 21 kali di baris terdepan dan hanya kehilangan dua baris terdepan dalam tiga balapan saja.

Sedangkan untuk Marquez, jangan ditanya lagi, dia adalah master kualifikasi. Juara dunia asal Spanyol itu merebut 25 pole position dalam 43 balapan MotoGP yang telah dilakoninya sejak musim 2013, dan hanya delapan kali terlempar dari tiga besar.

Kunci keberhasilan Lorenzo untuk mencetak rekor pribadi yaitu empat kemenangan secara beruntun adalah kemampuannya melesat ke depan di putaran pertama dan menjaga posisi dengan cara yang begitu dominan, sehingga semua pembalap lain tak bisa melihat ban depannya dalam 103 putaran terakhir!

Tidak akan mudah bagi Rossi untuk memecahkan masalah ini. Lagipula, dia telah 43 kali mencoba tanpa hasil memuaskan.

Sebagian mengatakan umurnya membuat dia cenderung menghindari risiko dibandingkan para pembalap yang lebih muda. Namun saya tidak mau terima teori seperti ini. Rossi memang sudah berumur 36 tahun, namun dia lebih kencang dari sebelumnya. Akselerasi dia dalam balapan sama sekali tidak menunjukkan bahwa dia lebih memikirkan risiko daripada hadiahnya.

Namun meyakinkan pikiran untuk tambah kencang lagi dua atau tiga persepuluh detik saat sudah benar-benar berada dalam batas kemampuan adalah cara berpikir yang belum dikuasai Rossi. Dia harus melakukan itu sangat cepat sebelum masalah ini menggagalkan gelar juara dunianya, karena kalau membahas kualifikasi, Lorenzo dan Marquez sudah berada di pole position.
Sumber Beita Satu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar