Jendela Informasi Nusantara - Jendela Informasi Dunia - Berbagi Apa Saja dalam Indahnya Berbagi
Selasa, 23 September 2014
Home »
News
»
Nurul Arifin: 6x4 dan 4x6 Bedanya Apa, Kalau Hasilnya Sama Saja?
Dunia Informasi – Politisi Partai Golkar Nurul Arifin memberikan pandangannya soal perdebatan matematika yang ramai diperdebatkan di media sosial Facebook dan Twitter.
Perdebatan matematika dimaksud adalah soal jawaban yang benar atas pertanyaan 4+4+4+4+4+4= 4x6 atau 6x4.
Menurut Nurul 4x6 dengan 6x4 sama saja karena hasil perkaliannya sama-sama memperoleh nilai 24.
"Apa bedanya jika hasilnya sama-sama 24. Ya ditambah ataupun dikali, jumlahnya sama semua," kata Nurul ketika dikonfirmasi Tribunnews.com, Selasa (23/9/2014).
Menurut Nurul dari perkalian itu prosesnya bisa berbeda tetapi hasilnya akhirnya tetap sama.
"Ibarat kata pepatah Banyak Jalan Menuju Roma," kata Nurul, calon wali kota Depok ini.
Diberitakan sebelumnya, media sosial Twitter dan Facebbok sejak Minggu (22/9/2014) diramaikan oleh sebuah perdebatan matematika, tepatnya tentang operasi perkalian.
Persoalan dimulai dari posting Muhammad Erfas Maulana, mahasiswa Teknik Mesin Universitas Diponegoro. Erfas yang membantu adiknya mengerjakan tugas matematika memertanyakan alasan guru menyalahkan jawaban sebuah soal.
Dalam soal tugas itu, guru meminta adik Erfas untuk menyatakan 4+4+4+4+4+4 dalam operasi perkalian.
Adik Erfas menuliskan jawaban bahwa 4+4+4+4+4+4 = 4x6. Jawaban itu, menurut Erfas, seharusnya benar. Namun, ternyata sang guru menyalahkan. Menurut guru, jawaban yang seharusnya adalah 6x4.
Karena posting Erfas, muncullah perdebatan seru di media sosial. Mana yang benar, 4x6 atau 6x4?
Saking serunya perdebatan, sejumlah pakar matematika di Indonesia memberikan pandangan.
Diantaranya profesor matematika dari Institut Teknologi Bandung, Iwan Pranoto, pun turut berkomentar. Ia memberi sedikit kultwit untuk menjelaskan permasalahan itu.
Menurut Iwan, 4x6 ataupun 6x4 sebenarnya sama. Namun, bisa saja salah bila dilihat dalam konteks tertentu.
Iwan memberi ilustrasi. Ia mencontohkan, bila pertanyaan guru adalah "Jika 2x3 = 3+3, tentukan 3x4", maka jawaban yang seharusnya adalah 4+4+4. "Jika dengan pertanyaan ini anak jawabnya 3+3+3+3, barulah salahkan," katanya lewat akun Twitter-nya.
Namun, Iwan mengungkapkan, bila pertanyaannya hanya 3x4, maka anak bisa menjawab 3+3+3+3 atau 4+4+4. Semuanya benar.
Dengan demikian, didasarkan pada pendapat Iwan, 4+4+4+4+4+4 bisa saja dinyatakan 4x6 atau 6x4 dalam operasi perkalian. Jawaban adik Erfas dalam tugas matematikanya seharusnya tidak disalahkan.
"Cara bertanya guru matematika di Indonesia mungkin salah. Juga cara megoreksinya salah," katanya.
Iwan mengatakan, saat ini dibutuhkan pembenahan sikap, budaya, dan cara berpikir guru matematika. "Mengubah sikap guru matematika yg luwes bernalar merupakan tantangan bg institusi penyiapan guru kita, LPTK," ungkapnya.
Dalam matematika, kata Iwan, tidak ada kebenaran, yang ada kesahihan. Jika penalaran sahih, maka bisa diterima walaupun kesimpulannya aneh.
Akar perdebatan matematika ini bisa jadi adalah kebiasaan untuk hanya menerima pengertian tunggal, ditetapkan oleh penguasa. "Kita tak berdaya menentukan sendiri," kata Iwan.
Iwan menerangkan, tak cuma dalam perkalian. Dalam pembagian pun dikenal dua pengertian berbeda. Misalnya, 125 ÷ 5 tentunya lebih cocok diartikan sebagai partisi. Sedangkan 125 ÷ 25 tentunya lebih cocok dinyakatan pengurangan berulang.
# sumber tribunnews
Nurul Arifin: 6x4 dan 4x6 Bedanya Apa, Kalau Hasilnya Sama Saja?
Dunia Informasi – Politisi Partai Golkar Nurul Arifin memberikan pandangannya soal perdebatan matematika yang ramai diperdebatkan di media sosial Facebook dan Twitter.
Perdebatan matematika dimaksud adalah soal jawaban yang benar atas pertanyaan 4+4+4+4+4+4= 4x6 atau 6x4.
Menurut Nurul 4x6 dengan 6x4 sama saja karena hasil perkaliannya sama-sama memperoleh nilai 24.
"Apa bedanya jika hasilnya sama-sama 24. Ya ditambah ataupun dikali, jumlahnya sama semua," kata Nurul ketika dikonfirmasi Tribunnews.com, Selasa (23/9/2014).
Menurut Nurul dari perkalian itu prosesnya bisa berbeda tetapi hasilnya akhirnya tetap sama.
"Ibarat kata pepatah Banyak Jalan Menuju Roma," kata Nurul, calon wali kota Depok ini.
Diberitakan sebelumnya, media sosial Twitter dan Facebbok sejak Minggu (22/9/2014) diramaikan oleh sebuah perdebatan matematika, tepatnya tentang operasi perkalian.
Persoalan dimulai dari posting Muhammad Erfas Maulana, mahasiswa Teknik Mesin Universitas Diponegoro. Erfas yang membantu adiknya mengerjakan tugas matematika memertanyakan alasan guru menyalahkan jawaban sebuah soal.
Dalam soal tugas itu, guru meminta adik Erfas untuk menyatakan 4+4+4+4+4+4 dalam operasi perkalian.
Adik Erfas menuliskan jawaban bahwa 4+4+4+4+4+4 = 4x6. Jawaban itu, menurut Erfas, seharusnya benar. Namun, ternyata sang guru menyalahkan. Menurut guru, jawaban yang seharusnya adalah 6x4.
Karena posting Erfas, muncullah perdebatan seru di media sosial. Mana yang benar, 4x6 atau 6x4?
Saking serunya perdebatan, sejumlah pakar matematika di Indonesia memberikan pandangan.
Diantaranya profesor matematika dari Institut Teknologi Bandung, Iwan Pranoto, pun turut berkomentar. Ia memberi sedikit kultwit untuk menjelaskan permasalahan itu.
Menurut Iwan, 4x6 ataupun 6x4 sebenarnya sama. Namun, bisa saja salah bila dilihat dalam konteks tertentu.
Iwan memberi ilustrasi. Ia mencontohkan, bila pertanyaan guru adalah "Jika 2x3 = 3+3, tentukan 3x4", maka jawaban yang seharusnya adalah 4+4+4. "Jika dengan pertanyaan ini anak jawabnya 3+3+3+3, barulah salahkan," katanya lewat akun Twitter-nya.
Namun, Iwan mengungkapkan, bila pertanyaannya hanya 3x4, maka anak bisa menjawab 3+3+3+3 atau 4+4+4. Semuanya benar.
Dengan demikian, didasarkan pada pendapat Iwan, 4+4+4+4+4+4 bisa saja dinyatakan 4x6 atau 6x4 dalam operasi perkalian. Jawaban adik Erfas dalam tugas matematikanya seharusnya tidak disalahkan.
"Cara bertanya guru matematika di Indonesia mungkin salah. Juga cara megoreksinya salah," katanya.
Iwan mengatakan, saat ini dibutuhkan pembenahan sikap, budaya, dan cara berpikir guru matematika. "Mengubah sikap guru matematika yg luwes bernalar merupakan tantangan bg institusi penyiapan guru kita, LPTK," ungkapnya.
Dalam matematika, kata Iwan, tidak ada kebenaran, yang ada kesahihan. Jika penalaran sahih, maka bisa diterima walaupun kesimpulannya aneh.
Akar perdebatan matematika ini bisa jadi adalah kebiasaan untuk hanya menerima pengertian tunggal, ditetapkan oleh penguasa. "Kita tak berdaya menentukan sendiri," kata Iwan.
Iwan menerangkan, tak cuma dalam perkalian. Dalam pembagian pun dikenal dua pengertian berbeda. Misalnya, 125 ÷ 5 tentunya lebih cocok diartikan sebagai partisi. Sedangkan 125 ÷ 25 tentunya lebih cocok dinyakatan pengurangan berulang.
# sumber tribunnews
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar