Dunia Informasi – Setelah ricuh akibat adanya utak-atik data pada hasil quick count SMRC (Saiful Mujani Research and Consulting), masyarakat kini menyoroti hasil quick count RRI yang ternyata bukan menggunakan metode quick count, tetapi survei exit poll.
Puslitbang Diklat LPP RRI (Radio Republik Indonesia) memang terdaftar dalam daftar 56 lembaga survei yang mendapat izin KPU (Komisi Pemilihan Umum) untuk melakukan survei maupun quick count. Pada Pilpres 9 Juli 2014, RRI ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan quick count yang diselenggarakan oleh 11 lembaga survei.
Hasil quick count RRI ditayangkan di stasiun televisi milik TVRI dan laman utama portal berita Detikcom. Sebagaimana masyarakat umumnya yang tidak lagi mempertanyakan soal keabsahan metode dan hasil cuick count, begitu juga pandangan awam terhadap hasil quick count RRI yang ditayangkan di TVRI dan Detikcom itu.
Rupanya, RRI tidak melakukan hitung cepat dengan metode quick count, melainkan survei dengan metode Exit Poll. Ada perbedaan signifikan pada metode quick count dan exit poll. Quick count merupakan hitung cepat pada seluruh hasil hitungan suara di sejumlah TPS yang dijadikan sampel.
Exit poll merupakan survei pada sejumlah orang yang diwawancara (bukan seluruh peserta pencoblosan di sebuah TPS) setelah keluar dari sejumlah TPS yang dijadikan sampel. Dengan kata lain, Exit Poll tak lebih dari sebuah survei, bukan hitung cepat (quick count).
Namun anehnya, RRI mengklaim survei exit poll yang dilakukannya sebagai sebuah quick count, sehingga banyak masyarakat awam menyangka hasil hitungan RRI juga menggunakan metode quick count. Sebagaimana diumumkan dalam laman RRI berikut ini : http://www.rri.co.id/post/berita/90372/pemilu_2014.html
Dampak dari kejanggalan klaim RRI atas quick count yang ternyata hanyalah survei exit poll menjadi perbincangan di Twitter. Masyarakat kembali menuduh adanya kecurangan yang dilakukan sejumlah lembaga survei untuk memenangkan Jokowi–JK dalam quick count.
Sebelumnya, perbincangan hangat dugaan kecurangan juga terjadi pada hasil quick count SMRC milik Saiful Mujani.
Akun Twitter resmi SMRC (@saifulmujani) melaporkan adanya persilangan perolehan suara Jokowi – JK yang mendahului Prabowo – Hatta. Pada pukul 13.05 WIB, hasil Quick Count SMRC melaporkan Prabowo – Hatta 52,94% dan Jokowi – JK 47,06% dari data yang sudah masuk sebesar 13,78% dari 4.000 sampel TPS yang dipakai SMRC. Pada posisi ini, Prabowo masih unggul ketimbang Jokowi.
'Quick Count' RRI yang diklaim merupakan Quick Count tapi ternyata adalah sebuah survei Exit Poll itu semakin memperbesar dugaan kecurangan lembaga survei yang berada di sisi Jokowi – JK.
Direktur Riset Indonesia, Achmad Hisyam menyatakan, adanya lembaga survei yang sekaligus merangkap konsultan politik itu sangat berpotensi menyebabkan terjadinya kecurangan dengan menyiasati metodologi Quick Count. Cara itu dibuat agar hasil hitung cepat tidak berbeda jauh dari prediksi mereka sebagai konsultan politik.
Achmad juga menyatakan dugaan kuat soal adanya mafia quick count. Hal itu terindikasi dengan adanya lembaga-lembaga survei yang juga merangkap menjadi konsultan politik. Jika hasilnya kalah, maka lembaga survei itu dianggap gagal menjadi konsultan. Sehingga menurut dia, hasil survei itu akan diubah supaya tidak dianggap konsultan gagal.
Puslitbang Diklat LPP RRI (Radio Republik Indonesia) memang terdaftar dalam daftar 56 lembaga survei yang mendapat izin KPU (Komisi Pemilihan Umum) untuk melakukan survei maupun quick count. Pada Pilpres 9 Juli 2014, RRI ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan quick count yang diselenggarakan oleh 11 lembaga survei.
Hasil quick count RRI ditayangkan di stasiun televisi milik TVRI dan laman utama portal berita Detikcom. Sebagaimana masyarakat umumnya yang tidak lagi mempertanyakan soal keabsahan metode dan hasil cuick count, begitu juga pandangan awam terhadap hasil quick count RRI yang ditayangkan di TVRI dan Detikcom itu.
Rupanya, RRI tidak melakukan hitung cepat dengan metode quick count, melainkan survei dengan metode Exit Poll. Ada perbedaan signifikan pada metode quick count dan exit poll. Quick count merupakan hitung cepat pada seluruh hasil hitungan suara di sejumlah TPS yang dijadikan sampel.
Exit poll merupakan survei pada sejumlah orang yang diwawancara (bukan seluruh peserta pencoblosan di sebuah TPS) setelah keluar dari sejumlah TPS yang dijadikan sampel. Dengan kata lain, Exit Poll tak lebih dari sebuah survei, bukan hitung cepat (quick count).
Namun anehnya, RRI mengklaim survei exit poll yang dilakukannya sebagai sebuah quick count, sehingga banyak masyarakat awam menyangka hasil hitungan RRI juga menggunakan metode quick count. Sebagaimana diumumkan dalam laman RRI berikut ini : http://www.rri.co.id/post/berita/90372/pemilu_2014.html
Dampak dari kejanggalan klaim RRI atas quick count yang ternyata hanyalah survei exit poll menjadi perbincangan di Twitter. Masyarakat kembali menuduh adanya kecurangan yang dilakukan sejumlah lembaga survei untuk memenangkan Jokowi–JK dalam quick count.
Sebelumnya, perbincangan hangat dugaan kecurangan juga terjadi pada hasil quick count SMRC milik Saiful Mujani.
Akun Twitter resmi SMRC (@saifulmujani) melaporkan adanya persilangan perolehan suara Jokowi – JK yang mendahului Prabowo – Hatta. Pada pukul 13.05 WIB, hasil Quick Count SMRC melaporkan Prabowo – Hatta 52,94% dan Jokowi – JK 47,06% dari data yang sudah masuk sebesar 13,78% dari 4.000 sampel TPS yang dipakai SMRC. Pada posisi ini, Prabowo masih unggul ketimbang Jokowi.
'Quick Count' RRI yang diklaim merupakan Quick Count tapi ternyata adalah sebuah survei Exit Poll itu semakin memperbesar dugaan kecurangan lembaga survei yang berada di sisi Jokowi – JK.
Direktur Riset Indonesia, Achmad Hisyam menyatakan, adanya lembaga survei yang sekaligus merangkap konsultan politik itu sangat berpotensi menyebabkan terjadinya kecurangan dengan menyiasati metodologi Quick Count. Cara itu dibuat agar hasil hitung cepat tidak berbeda jauh dari prediksi mereka sebagai konsultan politik.
Achmad juga menyatakan dugaan kuat soal adanya mafia quick count. Hal itu terindikasi dengan adanya lembaga-lembaga survei yang juga merangkap menjadi konsultan politik. Jika hasilnya kalah, maka lembaga survei itu dianggap gagal menjadi konsultan. Sehingga menurut dia, hasil survei itu akan diubah supaya tidak dianggap konsultan gagal.
# via nasional.inilah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar