ag03s.blogspot.co.id - Dalam studi terbaru, diketahui bahwa bambu ternyata dapat membantu memitigasi perubahan iklim, mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, dan melindungi hutan. Memulihkan lahan dan hutan yang rusak dengan bambu, tanaman yang bisa tumbuh tercepat di dunia, dapat berkontribusi dalam pengurangan emisi karbon. Hal ini terungkap dalam sebuah laporan terbaru yang dikeluarkan pada COP20 di Lima (Peru) oleh International Network for Bamboo and Rattan (INBAR) yang membahas potensi besar bambu dalam memerangi pemanasan global. Dengan proyeksi, bahwa hutan bambu akan menyimpan lebih dari satu juta ton karbon pada tahun 2050 di Cina.
“Ini adalah tanaman yang benar-benar luar biasa,” kata Direktur Jenderal
INBAR Dr. Hans Friederich. Dr Hans mendorong United Nations Framework
Convention on Climate Change (UNFCCC) atau Konvensi Kerangka Kerja PBB
untuk Perubahan Iklim agar secara eksplisit mengakui bambu sebagai salah
satu sumber daya strategis dalam memerangi dampak perubahan iklim dan
membuat kebijakan pembangunan, regulasi, serta investasi rencana yang
berkelanjutan. INBAR terdiri dari 40 negara anggota yang berdedikasi
untuk meningkatkan taraf hidup petani miskin dan pengguna bambu dan
rotan. Juga, mendorong pembangunan berkelanjutan dengan praktik-praktik
yang ramah lingkungan. Bambu menawarkan sejumlah manfaat, diantara
restorasi yang cepat, skala besar dalam hal penyerapan karbon,
menyediakan sumber energi yang berkelanjutan, dan menyediakan bahan baku
untuk konstruksi, tekstil, produk rumah tangga, furnitur, dan
kegunaan-kegunaan inovatif lainnya.
INBAR memiliki sejumlah program yang fokus di bidang pengurangan dampak
perubahan iklim, kelestarian lingkungan, kemiskinan, pembangunan
berkelanjutan, dan peningkatan perdagangan antar anggota. Organisasi ini
juga mendukung akses pasar bagi petani dan inovasi produk-produk dari
bambu dan rotan.
Ban Ki-moon, Sekretaris Jenderal PBB, muncul di 2013 COP di Warsawa, Polandia, naik sepeda bambu. Foto: Xinhua/Zang Fang
Meskipun penampilannya seperti pohon,
bambu sebenarnya adalah anggota keluarga rumput, Poaceae. Bambu juga
sering diasosiasikan sebagai tumbuhan Asia, yakni sebagai sumber makanan
utama bagi panda raksasa yang terancam punah (Ailuropoda melanoleuca).
Bambu adalah tumbuhan pan-tropis, dengan lebih dari 1.250 spesies asli
yang tumbuh di berbagai belahan dunia, seperti di Amerika, sub-Sahara
Afrika, dan Asia. Bambu juga merupakan bagian dari makanan gorila gunung
yang terancam punah (Gorilla beringei beringei) yang hidup di hutan
tropis di Uganda, Rwanda, dan Republik Demokratik Kongo.
|
Menurut laporan INBAR, bambu memiliki banyak manfaat. Hutan bambu dapat
membantu mengurangi pemanasan global dengan penyerapan karbon di area
yang telah gundul atau terdegradasi lebih cepat dan pada tingkat yang
lebih tinggi daripada banyak spesies pohon. Misalnya, laporan tersebut
juga menyebutkan bahwa karbon yang tersimpan di hutan bambu Cina
meningkat dari 727 juta metrik ton pada 2010 menjadi 1.018 juta metrik
ton pada tahun 2050 – atau naik hampir 40 % dalam beberapa tahun saja.
Selain itu, bambu juga dapat membantu mengurangi ketergantungan pada
bahan bakar fosil dengan menyediakan sumber energi alternatif dan
terbarukan. Bambu juga dapat membantu melindungi habitat satwa liar.
Laporan itu menyatakan 1,7 miliar orang di seluruh dunia bergantung pada
biomassa, seperti kayu, sebagai sumber energi utama mereka; rumpun
tanam bambu pun dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar yang
didapat dari hutan alam, pun juga bisa mengurangi kerusakannya.
Rotan adalah salah satu dari sekitar 600 spesies palem merambat asli
Asia Tenggara yang digunakan untuk bahan furnitur, konstruksi, dan
kerajinan tangan. “Namun karena praktik-praktik pemanenan rotan yang
kurang baik, rotan terancam oleh eksploitasi yang berlebihan,” lanjut
Friederich. Negara-negara anggota INBAR telah menggunakan mekanisme
hukum untuk mendorong pemanfaatan bambu dan rotan untuk fungsi yang
beragam, hal yang mencerminkan betapa banyaknya manfaat bambu. Di
Rwanda, pemerintah pusat mewajibkan para pemerintah daerah untuk menanam
bambu di sepanjang sungai untuk mengendalikan erosi. Ethiopia memiliki
sekitar satu juta hektar hutan bambu, yang diintegrasikan ke dalam
rencana nasional untuk pembangunan berkelanjutan dan restorasi lahan
dalam skala besar.
Departemen Pertanahan dan Sumber Daya Alam Ghana telah mendorong
penggunaan bambu dan rotan dan sukses menciptakan 15.000 lapangan kerja
baru antara tahun 2002 dan 2012. Satu keputusan presiden Filipina
mensyaratkan bahwa 25 % dari peralatan sekolah harus terbuat dari bambu,
dan akhirnya terbuatlah sekitar 139.000 meja setiap tahun di Negara
tersebut. Cina telah menyadari bahwa bambu adalah salah satu alat
mitigasi perubahan iklim, dengan sertifikat yang diterbitkan setara
dengan lebih dari 50 ribu ton CO2 hingga saat ini. Masih banyak lagi
yang bisa diharapkan dengan penerapan karbon market di China tahun 2016.
Data global Forest Watch menunjukkan Provinsi Yunnan China kehilangan
sekitar 500.000 hektar tutupan pohon dari tahun 2001 hingga tahun 2012
(bisa jadi disebabkan oleh pemanfaatan hutan tanaman), dan hampir tak
ada lagi hutan besar yang utuh). Menurut laporan INBAR, Gold Standard
Foundation yang berbasis di Jenewa sudah memasukkan bambu dalam
metodologi aforestasi dan reforestasi, termasuk penerbitan setara 46.000
ton kredit karbon untuk reboisasi bambu di Yunnan. Sumber: Global
Forest Watch
Dalam laporan INBAR, disebutkan bahwa masih banyak orang yang menganggap
bambu sebagai hama invasif, namun bambu dan juga rotan telah menjata
sumber mata pencaharian jutaan orang di seluruh dunia. Meskipun disadari
betapa besar dampak ekonominya terhadap kehidupan jutaan manusia, namun
perhatian terhadap tanaman paling cepat tumbuh di dunia ini begitu
minim, termasuk potensinya dalam pembangunan berkelanjutan juga untuk
mitigasi perubahan iklim.
Memanfaatkan kekuatan bambu dapat menambah sumber daya penting dalam perjuangan kita melawan perubahan iklim.
Referensi:
Hansen, MC, PV Potapov, R. Moore, M. Hancher, SA Turubanova, A.
Tyukavina, D. Thau, SV Stehman, SJ Goetz, TR Loveland, A. Kommareddy, A.
Egorov, L. Chini, CO Keadilan, dan JRG Townshend. 2013. “Hansen / UMD /
Google / USGS / NASA Pohon Penutup Loss dan Gain Area.” University of
Maryland, Google, USGS, dan NASA. Diakses melalui Global Forest Watch
pada 11 Desember 2014. www.globalforestwatch.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar